Jangan sekali-kali menilai seseorang
yang baru kita temui hanya dari penampilan fisiknya. Jangan pernah
mengagumi seseorang yang baru pertama kali ditemui hanya lantaran mobil
yang dinaiki, jas keren yang dikenakan atau wajah nan rupawannya.
Sebaliknya, jangan meremehkan seseorang
hanya dari penampilan fisiknya yang sederhana. Sebab, Allah Ta’ala
melalui Rasulullah sudah menyarankan agar kita menilai seseorang dari
kualitas agama dan akhlaknya.
Terkisah di sebuah daerah yang sedang
mengumpulkan dana untuk membangun masjid. Bertahun-tahun panitia
berupaya mengumpulkan dana dengan berbagai cara, nyatanya penduduk
setempat belum tergerak hatinya. Alhasil, pembangunan pun berhenti.
Hingga suatu hari datanglah seorang
dengan penampilan ala kadarnya ke rumah ketua panitia pembangunan
masjid. Setelah menjawab salam, ketua panitia terlebih dahulu melihat ke
halaman rumahnya sebelum mempersilakan tamunya untuk duduk.
Ia ingin memastikan, kendaraan apa yang
dipakai oleh tamunya yang berpenampilan tak meyakinkan itu. Setelah
menyapu seisi halaman dengan pandangannya dan tak dijumpai motor ataupun
mobil, rupanya terbersit dalam benaknya, “Ngapain orang miskin ini
datang ke rumah?”
Setelah berbincang beberapa menit, tamu
yang nampak miskin itu bertanya, “Berapa dana yang dibutuhkan untuk
merampungkan pembangunan masjid itu?” Dengan nada meremhkan, sang ketua
panitia pembangunan masjid menjawab santai, “Sekitar 300 junta sih…”
Tamu itu pun berpamit sembari
menyerahkan nomor ponsel. Pesannya sebelum pergi, “Kalau ada waktu,
tolong sempatkan ke Kantor Agama. Besok atau lusa. Sebelum datang,
hubungi saya di nomor tersebut.” Lanjutnya berpesan, “Semoga ada rezeki
untuk menyelesaikan pembangunan masjid ini.”
Malamnya, ketua panitia berkisah kepada
panitia lain tentang kejadian yang dialaminya sore itu. Mendengar kisah
tersebut, ada yang menimpali dengan ketus, “Ah, abaikan saja orang itu.
Dapat uang dari mana sehingga ia bisa bersedekah untuk masjid kita?!”
Alhasil, siang harinya sang ketua panitia tak berniat mendatangi Kantor Agama setempat sebab perasaan meremehkan itu.
Qadarullah, ada salah satu jamaah masjid
yang minta ditemani ke show room untuk mengambil mobil yang sudah
dipesan beberapa bulan lalu. Maka berangkatlah keduanya menuju show room
yang letaknya tak jauh dari Kantor Agama.
Selesai urusan di show room, keduanya
bergegas pulang. Namun, sang ketua panitia berkata kepada rekannya itu,
“Gimana kalau kita hubungi orang yang katanya mau nyumbang itu?” Meski
hendak menolak sebab meragukan, sang rekan akhirnya mengiyakan.
“Assalamua’alaikum,” kata ketua Panitia pembangunan masjid melalui telepon.
Lanjutnya setelah mendengar jawaban, “Pak, jadi memberikan sumbangan?”
“Tapi,” lanjutnya dengan nada sombong,
“Saya tunggu jam 11 tepat di Kantor Agama.” Ancamnya kemudian, “Jika
bapak terlambat, saya enggan menunggu sebab banyak urusan lain.”
Jam sebelas lewat lima menit, ketika ketua panitia dan rekannya itu hendak pulang, datanglah sosok yang ditunggu menaiki becak.
Begitu sampai di dekat kedua orang yang
telah menunggunya, sosok sederhana itu langsung berkata, “Maaf saya
terlambat. Mari langsung masuk ke Kantor Agama.” Ia pun berlalu, diikuti
dua orang yang tengah menunggunya.
Sesampainya di dalam, ia mengeluarkan
sejumlah uang dari tasnya sembari meminta petugas Kantor Agama untuk
menghitung uang sekaligus membuat surat serah terima. Katanya santai,
“Saya menyumbang atas nama Hamba Allah. Tidak usah ditulis nama saya.
Pencatatan ini hanya sesuai perintah al-Qur’an untuk mencatat semua
transaksi.”
Kemudian yang membuat kedua orang itu
terhenyak, jumlah uang yang diserahkan untuk sedekah pembangunan masjid
itu, jumlahnya tepat tiga ratus juta. Hal itu pula yang membuat keduanya
malu sebab meremehkan sosok yang nampak miskin itu.
Rupanya, sosok sederhana itu adalah seorang pengusaha sukses. Beliau menjalankan usaha perkebunan kopi. [Pirman]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar