Anak Sebagai Fashion
Menikah
merupakah suatu ibadah dan mempunyai anak adalah anugerah yang dititipkan oleh
Tuhan kepada kita agar kita didik menjadi manusia yang lebih baik. Anak
merupakan asset bagi orang tua baik di dunia maupun di akherat. Ketika orang
tua kita menjadi lemah dan rapuh maka kita berkewajiban untuk berbakti kepada
mereka, ketika kita masih kecil mereka susah payah mendidik kita hingga dewasa sampai
bisa menentukan jalan sendiri. Bahkan ketika mereka telah tiadapun kita masih
mempunyai kewajiban untuk mendoakan mereka. Begitu juga saat kita diberi
anugrah seorang anak. Kita harus mendidik dengan baik karena ketika kita tua
renta dan tak berdaya maka merekalah yang akan mengurus kita kelak. Ketika kita
tiada maka merekalah juga yang akan mendoakan kita dan memintakan ampunan untuk
kita.
Fenomena yang
terjadi pada beberapa tahun terkahir sangatlah memprihatikan. Jika kita
perhatikan kecenderungan pasangan-pasangan muda yang baru senang-senangnya
memiliki anak. Mereka gemar sekali mengupload foto-foto anak mereka ke media social.
Tujuan mereka mengupload foto-foto anak mereka tak lain dan tak bukan agar
orang lain mengapresiasi dengan komentar atau minimal memberikan like pada foto
tersebut. Dengan cara tersebut maka orang tua akan disanjung dan merasa bisa
eksis di kalangan teman-teman medsos. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi
orang tua karena jika semakin bagus foto yang diupload maka akan semakin tenar
pula si pengupload foto tersebut.
Maraknya
penguploadan foto-foto anak ke media social menyebabkan para orang tua semakin
berlomba-lomba mendadani anaknya sekeren mungkin. Namun disisi lain tidak
memperhatikan ilmu tumbuh kembang anak. Anak dipaksa memakai pakaian yang
notabene tidak sesuai usia dan anak dipaksa juga berlagak layaknya orang yang
sudah dewasa. Tentu saja hal tersebut dilakukan demi memenuhi hasrat orang
tuanya. Orang tua yang seperti itu akan merasa puas dan bangga. Dengan kata
lain, anak hanya dijadikan fashion bagi bapak ibunya. Anak seperti layaknya
pakaian. Ibarat kata memiliki anak hanya untuk gaya-gayaan dan meningkatkan
prestis orang tuanya.
Pasangan muda
seperti di atas bisa menjadi penghancur generasi masa depan. Tak jarang
pasangan muda yang berorientasi penampilan semata tidak akan menyayangi dan
mendidik anaknya dengan baik. Mereka memiliki kecenderungan menyia-nyiakan
anak. Sebagai contoh ketika orang tua butuh eksis maka anak akan didandani
habis-habisan, tapi ketika orang tua sedang tidak butuh maka anak hanya
dititip-titipkan atau diasuh oleh baby sister. Akhirnya anak menjadi tidak
dekat dengan orang tuanya. Dengan ketidak dekatan tersebut, semakin anak tumbuh
besar maka anak akan cenderung menolak apa yang diminta orang tua karena merasa
tidak ada kedekatan dan otomatis orang tua menjadi suka marah-marah pada
anaknya. Disinilah letak keegoisan para orang tua. Selalu menganggap dirinya
benar, tidak menyadari kesalahan yang dilakukan.
Ada yang
beranggapan bahwa hal tersebut adalah permintaan si anak, jika tidak diturutin
anak akan ngambek. Secara logika seorang anak yang baru lahir ke dunia dia
belum tau apa-apa, para orang tualah yang mengenalkan. Mengapa anak menjadi
seperti itu ya karena dibiasakan oleh orang tuanya. Sama halnya seperti susu
formula yang diberikan ke bayi. Bayi yang baru lahir belum mengenal rasa. Ketika
apa yang pertama ia konsumsi (susu formula) terasa enak maka ketika diberi ASI
yang notabene rasanya kurang enak maka anak akan menolak. Namun apabila begitu
lahir langsung diberi ASI maka anak tersebut pasti mau kecuali ada masalah
lain. Karena Tuhan sudah mengantisipasi dengan menyiapkan pabrik susu sendiri
yaitu ibunya. Anak yang
Pada akhirnya
kita semua hanya bisa menghimbau kepada pasangan muda, jangan terlalu buru-buru
menikah. Karena menikah butuh persiapan yang matang tidak hanya dalam berumah
tangga namun juga dalam hal mengurus anak yang pasti akan dilakukan kelak. Jangan
jadikan suatu pernikahan sebagai sarana eksisitas diri agar disanjung banyak
orang, agar orang memandang wah. Menikah adalah ibadah dimana segala sesuatunya
didasari dengan keimanan dan ketaqwaan. Jangan pula jadikan anak sebagai pemuas
nafsu batin orang tua yang harus memenuhi keinginan orang tua tanpa melihat
hak-hak yang dimiliki oleh seorang anak. Orang tua memang punya hak atas
anaknya namun jangan salah, anak juga
memiliki ha katas dirinya. Hak untuk diasuh dan dididik dengan baik/benar
sesuai dengan tingkat tumbuh kembangnya.
-Widi “HeWi” Nugroho-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar